Nakal artinya suka
berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu dsb, terutama bagi anak-anak).
Juga berarti buruk kelakuan. Kenakalan adalah kata sifat dari nakal atau perbuatan nakal. Bisa juga berarti
tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma yang berlaku di masyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2003, hlm. 772)
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma
hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan
dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18
tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun
masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa
transisi.
Baiklah sebelum membahas lebih jauh tentang kenakalan remaja kita harus
tahu definisinya terlebih dahulu
- Menurut Kartono, ilmuwan
sosiologi
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile
delinquency merupakan
gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk
pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang
menyimpang".
- Menurut Santrock
"Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja
yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan
kriminal."
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus
sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899
di Illinois, Amerika Serikat.
Ada beberapa jenis kenakalan remaja diantaranya:
- Penyalahgunaan
narkoba (narkotika dan obat-obatan
terlarang)
- Seks bebas (Free sex)
- Tawuran
antara pelajar
Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri
(internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
1.
Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya.Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal
mencapai masa integrasi kedua.
2.
Kontrol diri yang
lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat
diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'.
Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut,
namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.
Faktor eksternal:
1.
Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau
perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.
Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak
memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa
menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2.
Teman sebaya yang
kurang baik
3.
Komunitas/lingkungan
tempat tinggal yang kurang baik.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja:
1.
Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah
atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak
mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan
baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada
tahap ini.
2.
Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point
pertama.
3.
Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta
keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4.
Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi
arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5.
Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata
teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
KENAKALAN ORANG TUA
Kita mungkin bosan apabila selalu membicarakan kenakalan remaja dan
anak-anak. Tapi, kita jarang dengar dan membicarakan kenakalan orangtua.
Padahal, kalau mo dirunut lumayan banyak juga lho kenakalan ortu yang memang
sangat berpengaruh kepada kehidupan kita. Kenakalan orangtua ini bisa diperluas
bukan hanya orangtua di rumah alias keluarga kita. Tapi orangtua di masyarakat
seperti guru-guru di sekolah, orang-orang dewasa di lingkungan sekitar,
orang-orang dewasa yang bisa kita lihat tampilan wajah dan aksinya di televisi,
orang-orang dewasa yang saban hari kita temui di sekolah kehidupan kita,
termasuk dalam hal ini adalah para ortu yang menjadi pejabat di negeri ini.
Bukan maksud untuk mengejek ortu kita. Ini sekadar renungan aja, betapa
kita suka lupa bahwa kenakalan remaja tidak bisa lepas dari teladan yang sudah
ada, kalau kita membicarakan kenakalan remaja sampai berbusa-busa atau menulis
sampai berlembar-lembar lengkap dengan taburan faktanya, maka tidak ada
salahnya juga apabila kita sedikit membahas kenakalan orangtua, sebagai bahan
renungan bagi kita semua. Ya, semoga saja kita juga jadi bisa mengingatkan para
ortu yang mau tidak mau memang sudah dan akan mewarnai kehidupan anak2nya saat
ini. Ortu di rumah, ortu di masyarakat, dan tentunya ortu yang bertugas sebagai
pengurus negara dan rakyat. Semua itu adalah ortu kita yang seharusnya menjadi
teladan yang baik buat kita dalam menjalani kehidupan ini.
Kenakalan orangtua dalam ikatan keluarga
Setidaknya ada dua poin yang bisa disebut sebagai kenakalan orangtua secara
umum.
Pertama, soal akhlak. Wallahu’alam, apakah karena terlalu sibuk atau tidak mengerti harus berbuat, banyak
ortu di rumah yang abai dalam soal akhlak Islam yang baik ini. Padahal,
anak akan belajar pertama kali dari cara ortu, karena begitu
dekatnya jarak antara anak dengan ortu. akhlak ini adalah sifat yang harus
dimiliki setiap muslim, Menurut Muhammad Husain Abdullah, dalam kitabnya, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm 100, disebutkan bahwa secara
bahasa akhlak berasal dari kata al-khuluq yang berarti kebiasaan (as-sajiyah) dan tabiat (at-thab’u). Sedangkan menurut istilah (makna syara’) akhlak adalah sifat-sifat yang
diperintahkan Allah kepada seorang muslim untuk dimiliki tatkala ia
melaksanakan berbagai aktivitasnya. Sifat-sifat akhlak ini tampak pada diri
seorang muslim tatkala dia melaksanakan berbagai aktivitas—seperti ibadah,
muamalah, dan lain sebagainya. Tentu, jika semua aktivitas itu ia lakukan
secara benar sesuai tuntunan syariat Islam.
Nah, para orang tua sebagian besar belum mengerti soal ini. faktanya ada
yang begitu. Contoh di daerah perkampungan, ada orangtua yang suka ikut
memprovokasi anaknya untuk bertengkar dengan temannya. Kata-kata penyemangat
yang sebenarnya lebih terasa hasutan dihembuskan, “Kamu jangan mau kalah sama
dia. Lawan!”, misalnya.
Akibatnya, memang anak-anak di satu keluarga itu akhirnya jadi sombong dan
angkuh apabila bergaul, juga kerap berbuat onar karena merasa ada legalitas
secara tidak tertulis dari ortunya itu.
Kedua, mengabaikan
pelaksanaan syariat. Urusan sholat seringkali jadi masalah. Pelaksanaan syariat
untuk individu ini acapkali diabaikan. Kalo ortunya aja sholatnya sesukanya,
atau bahkan nggak sama sekali, akan menimbulkan dampak bagi anak. Apalagi jika
menyuruh atau mengingatkan anaknya saja untuk sholat nggak pernah. Wah, mungkin
nggak adil juga kalo di kemudian hari nyalahin anak yang nggak sholat. Wong, orangtuanya aja nggak sholat dan nggak membimbing anaknya untuk sholat.
Pengetahuan dalam hal pelaksanaan syariat untuk individu saja, khususnya
berpakaian, seringkali terabaikan oleh para orangtua. Kenakalan ortu yang
(mungkin saja) tidak disengaja ini bisa membentuk karakter kita dan sudut
pandang kita dalam melihat berbagai masalah. Wajar dong kalo kemudian banyak di
antara temen cewek kita yang sulit dikasih tahu tentang wajibnya berjilbab kalo
keluar rumah atau ada orang asing (bukan mahram) yang berkunjung ke rumahnya.
Karena merasa berkerudung en berjilbab tuh kalo mo ke tempat pengajian aja.
Seperti yang dicontohkan ortunya.
Ini baru soal sholat dan berbusana lho (dan kebetulan memang ini yang lebih
menonjol masalahnya). Kayaknya masih banyak deh pelaksanaan syariat Islam yang
belum dibiasakan di tengah keluarga oleh para orangtua.
Kenakalan orangtua di masyarakat
Kita perlu tahu juga soal kenakalan ortu di masyarakat.
Pertama, menciptakan suasana yang nggak produktif. Hmm... kayaknya udah jadi
rahasia umum, untuk bapak-bapak kalau mereka sudah kumpul pasti ada aja yang
dilakukan yang deket-deket dengan sikap malas. Bapak-bapak apabila mereka
berdua, selain ngobrol bisa juga main catur. Kalo berempat, malah ada
kemungkinan main gaple. Seringnya sih begitu. Terutama kalo malam hari sambil
nemani yang ronda Main catur dan main gaple ada yang bilang boleh-boleh aja
kalo nggak pake duit alias judi. Cuma nggak muru’ah aja. Nggak menjaga kehormatan diri, Maklumlah, orang yang kerjanya
cuma gaple aja tiap malam dicap orang pangedulan alias tukang malas. Apalagi kalo main catur or gaple itu
dilakukan pagi hari di hari kerja, atau siang hari di hari kerja, kayaknya
nggak enak banget dilihat deh. Kesan yang muncul kan jadinya memelihara
kemalasan.
Belum lagi kalo ibu-ibu. Baik mereka berdua, bertiga, berempat, bahkan
rame-rame di forum arisan, tetep aja yang dilakukan adalah ngegosip. Ini umumnya
Kedua, menyediakan sarana
kemaksiatan. Pemilik pabrik narkoba rata-rata ya orangtua. Mereka yang jadi
bandar besar kebanyakan para orangtua. Nah, yang mengkonsumsi narkobanya,
selain orang dewasa, ada juga yang remaja. Wah, bukannya ngasih pelajaran yang
baik, malah menjerumuskan remaja demi keuntungan dan kepuasan materi yang ingin
diraih para pengusaha barang haram itu. Orangtua di masyarakat yang kayak gini,
jelas nakal dan jahat.
Selain narkoba, kita juga udah tahu kalau judi kini sudah membudaya. Mulai
dari judi togel, sabung ayam, pacuan kuda, taruhan di pertandingan sepakbola,
gaple yang pake duit, rolet, dan casino, sampe judi via fasilitas pengiriman
SMS untuk mendukung kontestan pilihannya di ajang pencarian bakat tertentu di
televisi. Ternyata mereka malah memfasilitasi sarana kemaksiatan dan tentunya
mencontohkan kenakalan.
Bukan hanya narkoba dan judi, ortu di masyarakat juga malah menyediakan
tempat hiburan seperti diskotik. Bukan berburuk sangka, tapi kenyataan umum
yang namanya diskotik tuh identik banget dengan tempat hura-hura, tempat
mangkalnya orang-orang nakal, tempat transaksi narkoba, transaksi pelacuran,
dan aktivitas maksiat lainnya. Pelakunya, banyak juga yang remaja.
Ketiga, pendidik yang abai.
Sekolah dan kampus boleh dibilang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk
belajar bagi kita. Namun, seringkali tak seperti tujuan awalnya. Memang, tidak
semuanya jelek. Tapi, kita bicara umumnya. Misalnya, ada oknum guru yang mengajarkan
asusila kepada murid-muridnya. Faktanya, kalau sempat baca-baca berita ada
oknum guru yang melakukan pelecehan seksual kepada muridnya. yang begini ini
bisa memicu kenakalan anak didiknya. Semoga tidak banyak ortu di masyarakat
yang seperti ini.
Akhirnya baik remaja atau orang tua adalah sama-sama manusia yang tidak
luput dari khilaf dan dosa,amiiin.. semoga artikel ini bermanfaat bagi
semua….
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di
kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat.
Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan
kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-
gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti
selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang
minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan.
Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan
kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata
orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya.
Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan
pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan
teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa
saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari-
hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang
berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini,
banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Bukan hanya
internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial
terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan
menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak
muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada
rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan
keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya
geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu
ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas
dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi
rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai
nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa
sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah
penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki
rasa nasionalisme?
Berdasarkan analisa dan uraian
di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya.
Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif
globalisasi terhadap nilai nasionalisme.
Antisipasi Pengaruh Negatif
Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap
nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
1.
Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai
produk dalam negeri.
2.
Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3.
Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4.
Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti
sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5.
Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi,
sosial budaya bangsa.
Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu
menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap
bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.
PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA
Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain:
Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki teman, dan sebagainya.
Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua
Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar.
Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin
Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam tugas perkembangan remaja tersebut.
Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).
Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah "aku" ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya.
Selain tugas-tugas perkembangan, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain:
- Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
- Emosinya tidak stabil
- Perkembangan Seksual sangat menonjol
- Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
- Terikat erat dengan kelompoknya
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:
- Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
- Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
- Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
- Memperhatikan penampilan
- Sikapnya tidak menentu/plin-plan
- Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
- Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
- Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
- Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
- Mulai menyadari akan realitas
- Sikapnya mulai jelas tentang hidup
- Mulai nampak bakat dan minatnya
Dengan mengetahui tugas perkembangan dan ciri-ciri usia remaja diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.[sumber :www.iqeq.web.id]
Posted by Panji_Psikologi Pendidikan at 10:14 PM 0 comments
psikologi perkembangan remaja
PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA
Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain:
Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki teman, dan sebagainya.
Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua
Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar.
Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin
Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam tugas perkembangan remaja tersebut.
Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).
Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah "aku" ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya.
Selain tugas-tugas perkembangan, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain:
- Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
- Emosinya tidak stabil
- Perkembangan Seksual sangat menonjol
- Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
- Terikat erat dengan kelompoknya
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:
- Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
- Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
- Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
- Memperhatikan penampilan
- Sikapnya tidak menentu/plin-plan
- Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
- Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
- Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
- Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
- Mulai menyadari akan realitas
- Sikapnya mulai jelas tentang hidup
- Mulai nampak bakat dan minatnya
Dengan mengetahui tugas perkembangan dan ciri-ciri usia remaja diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.[sumber :www.iqeq.web.id]
Karakteristik Perkembangan Sosial Masa Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan
Karakteristik Perkembangan Sosial Masa Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan
Dosen pengampu Siti Nurlaila,S.Psi. M.Psi.
Kata Pengantar
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena akhirnya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Karakteristik Perkembangan Sosial Masa Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan” sebagai salah satu tugas individu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Siti Nurlaila, S.Psi. M.Psi. selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
2. Teman-teman yang telah memberikan dukungan sehingga terselesainya makalah ini
3. Semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulismengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Metro, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul................................................................................................................ i
Kata Pengantar .................................................................................................................. ii
Daftar isi .............................................................................................................................. iii
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................... 1
1.3. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB 2 Pembahasan
2.1Pengertian perkembangan social.................................................................. 3
2.2. Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja.............................................. 4
2.3. Tingkah Laku Sosial Pada Priode Remaja................................................. 5
2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Perkebangan Sosial................................... 6
2.5. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku.................... 9
2.6. Perbedaan Individu Dalam Perkembangan Sosial.................................. 9
2.7. Implikasi Perkembangan Sosial Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan....................................................................................................... 10
BAB 3 Kritical Thinking ....................................................................................................
BAB 4 Penutup ..................................................................................................................
Daftar Pustaka....................................................................................................................
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya
Remaja yang berkembang baik kepribadiannya, salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasainya adalah membina hubungn social dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa selain dari guru dan orang tua. Remaja dapat berprestasi maksimal dalam belajar jika ia diterima dan dikagumi dalam kelompok sebayanya dan mampu memecahkan masalah social secara baik dengan orang dewasa terutama orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Perlu disadari bahwa perkebangan social remaja perlu dipahami oleh para guru maupun orang-orang yang bertugas mendidik remaja, karena perkembangan sosisal sangat penting untuk mengembangkan kepribadian dan prestasi belajar remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan sosial?
2. Apa saja karakteristik perkembangan sosial remaja?
3. Bagaimana tingkah laku social pada masa remaja?
4. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial?
5. Bagaimana pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku?
6. Mengapa dan bagaimana perkembangan sosial seseorang dijadikan implikasi terhadap penyelenggaraan pendidikan?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan sosial.
2. Untuk mengetahui karakteristik perkembangan sosial remaja
3. Untuk mengetahui bagaimana tingkah laku social pada masa remaja?
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial.
5. Untuk mengetahui pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku seseorang.
6. Untuk mengetahui alasan dan implikasi perkembangan sosial terhadap penyelenggaraan pendidikan.
BAB II
2.1 Pengertian Perkembangan Sosial
Hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa:Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
2.2. Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya.
· Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan. Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesamaremaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
· Pada masa remaja berkembang ”social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Ramaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat,nilai-nilai, maupun perasaannya.
· Menurut “Erick Erison” Bahwa masa remaja terjadi masa krisis, masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
· Pada masa ini juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kcenderungan untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya).
Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggungjawabkan maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya tersebut.
· Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang tertutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.
· Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok – kelompok, baik kelompok besar maupun klelompok kecil.
Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga, lingkungan, dan pekerjaan.
Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan betanggung jawab.
2.3. Tingkah laku sosial pada priode remaja
Masa remaja adalah saat mencoba melakukan peranan social yang baru yang menuntut cara-cara bertingkah laku social tertentu. Dalam suasana mencoba melaksanakan peranan social dan tingkah laku social yang baru ini, remaja dapat saja mengalami berbagai rintangan dan kegagalan. Ada berbagai macam kekhususan tingkah laku social remaja yang penting untuk dipahami, yaitu :
1. Ketertarikan terhadap lawan jenis. Hal ini merupakan suatu perubahan hubungn social yang menonjol pada periode remaja. Ketertarikan terhadap lawan jenis dapat dilihat dari kegembiraan dalam kelompok anggota yang yang kelompok anggotanya heterogan, yaitu terdiri dari pria dan wanita yang sebelumnya remaja menyukai berkelompok dengan anggota kelompok yang homogen, yaitu terdiri wanita sama wanita pria sama pria. Adda beberapa criteria yang harus dimiliki remaja untuk dapat menjadi popular diantaranya penampilan fisik yang menarik ( pria dengan bentuk tubuh gagah dan wanita dengan wajah yang menawan dan tubuh yang seimbang, sikap yang tenang namun periang, dan penuh perhatian) ( Hurlock, 1980).
2. Kemandirian bertingkah laku social. Tingkah laku lainnya yang berkembang pada priode remaja adalah tingkah laku social yang mandiri, artinya remaja memilih dan menentukan sendiri dengan siapa dia akan berteman. Karena remaja berusaha mandiri dalam bersosialisasi maka diharpkan remaja dapat mengambil keputusan tingkah laku yang tepat dalam menghadapi orang-orang yang baru dalam situasi yang baru, dan semua ini memerlukan proses belajar.
3. Kesenangan berkelompok. Hidup berkelompok teman sebaya merupakan kebutuhan pada masa remaja. (Hurlock, 1980).
a. Kelompok temen dekat. Kelompok ini muncul pada masa remaja awal atau puber yang terdiri dari dua atau tiga orang teman dekat dengan jenis kelain yang sama. Dalam kelompok terjadi saling membantu pemecahan masalah, berbagai rasa aman namun tidak jarang terjadi pertengkaran, tapi mereka akan rukun kembali.
b. Kelompok kecil. Teman yang dipilih cenderung yang sama minat dan sama pandangan dalam memahami permasalahan hidup.
c. Kelompok besar. Kelompok ini terbentuk sejalan dengn peningkatan aktivitas remaja itu seperti kegiatan rekreasi, acara-acara kesenian, olah raga, dll.
d. Kelompok terorganisasi. Merupakan kelompok pemuda yang terorganisir oleh orang dewasa untuk tujuan pembinaan terhadap remaja. Kegiatannya diarahkan kepada kegiatan yang bermanfaat bagi perkembangan remaja itu sendiri maupun masyarakat.
e. Kelompok Geng. Kelompok ini beranggotakan remaja yang ditolak atau tidak puas dalam kelompok terorganisasi, lalu menggabungkan diri menjadi kelompok yang disebut geng.
Fungsi teman sangat penting bagi remaja terutama sebagai tempat berbagi rasa dan penderitaan maupun kebahagiaan serta belajar cara-cara menghadapi masalah yang banyak timbul karena tugas-tugas perkembangan yang harus mereka kuasai. Pada masa remaja akhir teman lawan jenis sangat penting walaupun teman sesama jenis tetap dibutuhkan. Teman yang dipilih cenderung yang sama pandangan dan memahami permasalahan kehidupan.
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
Faktor – faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja:
1) Keberfungsian Keluarga
Keluarga yang fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah mampu melaksanakan fungsinya sebagaimana yang telah dijelaskan. ditandai oleh karakteristik: Saling memperhatikan dan mencintai, bersikap terbuka dan jujur, orangtua mau mendengar anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya, ada “Sharing” masalah atau pendapat diantara keluarga, mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya, saling menyesuaikan dirinya dan mengakomodasi, orang tua melindungi (mengayomi) anak, komunikasi antar anggota berlangsung dengan baik, keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai – nilai budaya, dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi – fungsi seperti diatas, keluarga tersebut berarti mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut (khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak).
Adapun ciri – ciri keluarga yang mengalami disfungsi yaitu: Kematian salah satu atau kedua orangtua, kedua orangtua bercerai(Divorce), hubungan kedua orangtua tidak baik (por marriage), hubungan orangtua dengan anak tidak baik (por parent – child relationship), suasana rumah tangga yang tegang tanpa kehangatan (high tensiĆ³n and low warmth), orangtua sibuk dan jarang di rumah (parent’s absence), dan salah satu atau kedua orangtua mengalami kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality or psychological disorder).2) Pola Hubungan Keluarga
Peck (Loree, 1970: 144) telah meneliti hubungan antara karakteristik emocional dan pola perlakuan keluarga dengan elemen – elemen Struktur kepribadian remaja. yaitu sebagai berikut:
a. Remaja yang memiliki “ego strenght” secara konsisten berkaitan erat dengan pengalamannya dilingkungan keluarga yang saling mempercayai dan menerima.
b. Remaja yang memiliki “super ego strenght”, sangat berkaitan erat dengan keteraturan dan konsistensi kehidupan keluarganya.
c. Remaja yang “friendliness” dan “spontanetty”, berhubungan erat dengan iklim keluarga yang demokratis.
d. Remaja yang bersikap bermusuhan dan memiliki perasaan gelisah atau cemas terhadap dorongan – dorongan dari dalam, berkaitan dengan keluarga yang otoriter.
3) Kelas Sosial dan Status Ekonomi
Pikunas (1976: 72) mengemukakan pendapat Becker, Deutsch, Kohn dan Sheldon, tentang kaitan antara kelas sosial dengan cara atau teknik orangtua dalam mengatur (mengelola/memperlakukan) anak, yaitu bahwa:
a. Kelas Bawah (Lower Class) cenderung lebih keras dalam “toilet training” dan lebih sering meggunakan hukuman fisik, dibandingkan dengan kelas menengah.
b. Kelas Menengah (Middle Class) cenderung lebih memberikan pengawasan, dan perhatiannya sebagai orangtua.
c. Kelas Atas (Upper Class) cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnyadengan kegiatan – kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang Pendidikan yang reputesinya tinggi, dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya.
2. Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan resmi yang bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan untuk siapapun yang berhak. Oleh karena itu remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah semenjak berumur empat tahun. Dengan demikian sekolah mempengaruhi tingkah laku remaja khususnya tingkah laku sosialnya.
3. Pengaruh teman sebaya
Kelompok teman sebaya memungkinkan remaja belajar keterampilan social, mengembangkan minat yang sama dan saling membantu dalam mengatasi kesulitan dalam rangka mencapai kemandirian. Teman sebaya dijadikan tempat memperoleh sokongan dan kekuatan, guna melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang tua. Begitu pentingnya peran teman sebaya bagi perkembangan social remaja, maka apabila terjadi penolakan dari kelompok teman sebaya dapat menghambat kemajuan dalam hubungn social. Penolakan social dapat menghancurkan kehidupan remaja yang sedang mencari identitas diri. (Campbel, 1969)
4. Kematangan anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.5. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.6. Kapasitas Mental, Emosi, dan Integensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
Dari beberapa factor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku remaja diatas, tiga factor pertama merupakan factor penting yang sangat mempengaruhi tingkah laku social remaja.
2.5. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
2.6. Perbedaan Individual dalam Perkembangan SosialBergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang, baik secara individual maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat perbedaan individual manusia, yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya.
Sesuai dengan Teori komprehensif yang dikemukakan oleh Erickson yang menyatakan bahwa manusia hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala Hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok-kelompok sosial yang beranekaragam.
Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola yang sesuai dengan kepribadiannya.
2.7. Implikasi Perkembangan Sosial terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kuarang serasi, karena mereka sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan social remaja yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat.
1. Lingkungan Keluarga
Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadp pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebebasan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara demikian, remaja akan merasa bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati sebagai manusia oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua yaitu :
a) Pola asuh bina kasih (induction)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.
b) Pola asuh unjuk kuasa (power assertion)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak dapat menerimanya.
c) Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dihendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala. Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterpakan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya
2. Lingkungan Sekolah
Di dalam mengembankan hubungan social remaja, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembang secara maksimal.
3. Lingkungan Masyarakat
a) Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
b) Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti , bakti karya untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.